BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan
ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh didasarkan stabil. Sehubungan dengan
ini maka dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam
pembentukannya mempunyai gejala yang sama. Istilah stratifikasi diambil dari
bahasa Inggris yaitu stratification, berasal dari kata strata,
atau stratum yang berarti lapisan. Oleh sebab itu social
stratification sering diterjemahkan dengan pelapisan masyarakat atau
pelapisan sosial. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama
menurut ukuran masyarakat dikatakan berada dalam suatu lapisan stratum.
Pitirim A. Sorokin memberikan definisi suatu masyarakat sebagai berikut : suatu
masyarakat ialah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang
tersusun secara bertingkat (hiearchis).
Pelapisan sosial terjadi dengan sendirinya dan dengan
disengaja. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan
berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu tetapi
berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifatnya yang tanpa
disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pelapisan itu bervariasi
menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dan yang disengaja pelapisan
yang disusun dengan ditunjukkan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem
pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasannya
yang diberikan kepada seseorang.
Beberapa pemikiran tentang pelapisan sosial tentang pelapisan
sosial ini muncul karena adanya ketidaksamaan status-status diantara
individu-individu serta adanya ukuran tentang apa yang sangat dihargai dan
dijadikan ukuran oleh masyarakat. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap
hal-hal tertentu akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi
dari hal-hal lainnya. Kalau masyarakat lebih menghargai kekayaan material
daripada kehormatan misalnya, mereka yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan pihak-pihak lainnya, gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat yang
merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang
berbeda-beda secara vertikal dan selanjutnya ada yang membagi pelapisan sosial
ini menjadi beberapa lapisan yakni :
1.
Masyarakat yang terdiri dari kelas
atas (upper class) dan kelas bawah (lower class).
2.
Masyarakat yang terdiri dari kelas
atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas bawah
(lower class).
3.
Masyarakat yang terdiri dari kelas
atas (upper class), kelas menengah (middle class), kelas menengah
bawah (lower middle class) dan kelas bawah (lower class).
Orang-orang yang berada pada kelas bawah (lower)
biasanya lebih banyak (mayoritas) daripada di kelas menengah (middle)
apalagi pada kelas atas (upper). Semakin keatas semakin sedikit jumlah
orang yang berada pada posisi kelas atas (upper class). (www.google.com)
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pelapisan
sosial itu ?
2.
Karena faktor apakah yang terjadi
pada pelapisan sosial di dalam kehidupan masyarakat ?
3.
Karena apakah pelapisan sosial
dalam masyarakat terbentuk ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.
Untuk mengetahui apa saja yang
dimaksud dengan pengaruh pelapisan sosial.
2.
Agar mengetahui bagaimana
pelapisan sosial bisa terjadi di kalangan masyarakat.
3.
Untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti tugas paper ini.
4.
Untuk melatih diri mengemukakan
pendapat dalam bentuk karya tulis.
1.4. Metode
Sesuai dengan tujuan penulis telah mendeskripsikan
masalah yang ada sekarang ini, maka studi menggunakan deskriptif sebuah metode
dimaksud semua informasi mengenai status yang ada.
Metode Pengumpulan Data
Studi pustaka secara keseluruhan merupakan studi
kepustakaan dengan semua kajian ini dan dikumpulkan buku-buku atau
penerbit-penerbit tentang masalah yang akan dibahas.
Metode analisis Data
Berdasarkan metode pengumpulan data di atas maka
metode pengumpulan data dalam study pustaka terdiri dari :
-
Analisis Deskriptif
Yang digunakan untuk masalah-masalah yang akan dibahas di pelajaran atau
tugas paper ini.
Digunakan pula untuk memperoleh kesimpulan guna untuk memperoleh sesuatu
keuntungan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan paper atau tugas ini sebagai berikut :
-
Bab Satu merupakan pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
-
Bab Dua merupakan kajian teori
yang membahas tentang pengaruh pelapisan sosial dalam kehidupan masyarakat yang
terjadi.
-
Bab Tiga adalah analisis data yang
terdiri dari penyajian data.
-
Bab Empat ialah penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan penutup.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Definisi Pelapisan Sosial
Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang
dapat ditemukan di setiap masyarakat pada segala zaman. Betapapun sederhananya
suatu masyarakat gejala ini pasti dijumpai. Pada sekitar 2000 tahun yang lalu,
Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur
yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang ada di
tengah-tengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori
yaitu orang-orang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari
upah kerja, dari keuntungan perdagangan. Sedangkan Thorstein Veblen membagi
masyarakat ke dalam dua golongan yang pekerja, berjuang untuk mempertahankan hidup
dan golongan yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya.
Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada
zaman ketika mereka hidup dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya,
orang-orang telah meyakini adanya sistem pelapisan dalam masyarakat, yang
didalam studi sosiologi disebut pelapisan.
Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai
pembedaan penduduk atau para warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis
(bertingkat). Perwujudan adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih
rendah di dalam masyarakat.
Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang
akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut
terdapat sesuatu yang dihargai demikian menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”, sesuatu yang
dihargai itu adalah uang atau benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis,
politis, agamis, sosial maupun kultural.
Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu
disebabkan karena di dalam masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau
ketimpangan (inequality) dalam pembagian sesuatu yang dihargai yang
kemudian menjadi hak dan kewajiban yang dipikul dari warga masyarakat ada
segolongan orang yang mendapatkan pembagian lebih besar dan ada pula
mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan yang mendapatkan lebih besar
mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, yang mendapatkan lebih kecil menduduki
pelapisan yang lebih rendah. Pelapisan mulai ada sejak manusia mengenal adanya
kehidupan bersama atau organisasi sosial.
Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan
manusia berhubungan antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun
biak secara perorangan maupun kelompok, setiap orang akan mempunyai situasi
sosial (yang mendorong untuk mengambil posisi sosial tertentu. (Drs. Taufik
Rahman Dhohir, 2000)
2.2. Faktor-Faktor Terbentuknya Pelapisan Sosial
Faktor-faktor terbentuknya pelapisan sosial yang
terjadi dengan sendirinya seperti kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian di
dalam kerabat pimpinan masyarakat serta pemilikan harta antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain mempunyai alasan yang berbeda-beda sebagai bentuk
pelapisan sosial. Misalnya pada masyarakat yang hidup berburu binatang yang
dijadikan alasan utama adalah kepandaian berburu hewan sedangkan pada
masyarakat yang telah hidup menetap dan bercocok tanam dari para pembuka lahan
yang asli dianggap sebagai golongan yang menduduki pelapisan yang lebih tinggi.
Pada masyarakat yang taraf kehidupannya masih rendah pelapisan masyarakat
mula-mula ditentukan dengan dasar perbedaan seksual (jenis kelamin). Perbedaan
antara yang memimpin dengan yang dipimpin, golongan budak atau bukan budak,
dapat juga berbeda karena kekayaan atau usia.
2.3. Proses Terbentuknya Pelapisan Sosial
Mengenai pelapisan sosial yang sengaja disusun untuk
mengejar kepentingan atau tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian
kekuasaan yang resmi misalnya yang terjadi dalam perkumpulan-perkumpulan formal
(seperti pemerintah, negara, perusahaan-perusahaan, partai politik atau perkumpulan
profesi dan lain-lain. Untuk lebih memahami mengenai proses pembentukan
pelapisan sosial ada beberapa pedoman yang dirumuskan oleh Soerjono Soekanto
dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi, Suatu Pengantar” sebagai berikut
:
1.
Sistem pelapisan sosial mungkin
berpokok kepada sistem pertentangan dalam masyarakat.
2.
Sistem pelapisan dalam masyarakat
dapat dianalisis di dalam ruang
lingkup :
lingkup :
a.
Distribusi hak-hak istimewa yang
obyektif.
b.
Sistem pertentangan yang
diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan penghargaan)
c.
Kriteria sistem pertentangan yaitu
apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat
tertentu, milik wewenang dan kekuasaan.
d.
Lambang-lambang kedudukan misalnya
tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu
organisasi dan sebagainya.
e.
Mudah atau sukarnya bertukar
kedudukan.
f.
Solidaritas antara individu atau
kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial
masyarakat. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang
dihargai maka hal itu merupakan bibit terbentuknya pelapisan sosial. Sesuatu
yang dihargai itu dapat berupa uang atau harta benda, kekuasaan, ilmu
pengetahuan dan sebagainya. Barang siapa yang dapat memiliki sesuatu yang
dihargai tadi akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang menduduki
pelapisan atas, sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama
sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut mereka akan dianggap
masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan
rendah. Biasanya golongan yang menduduki pelapisan atau tidak hanya memiliki
satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Penempatan orang-orang
kedalam suatu pelapisan di dalam suatu pelapisan sosial bukanlah menggunakan
ukuran yang tunggal melainkan bersifat kumulatif, artinya mereka yang misalnya
mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah kekuasaan dan mungkin
juga kehormatan. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
2.4. Kriteria yang Dipakai untuk Menggolongkan Orang dalam
Pelapisan
Ukuran atau kriteria yang dipakai untuk menggolongkan
orang dalam pelapisan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Ukuran kekayaan, barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak, ia akan menempati pelapisan di atas. Kekayaan tersebut
misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian
serta jenis bahan yang dipakai, kebiasaan atau cara berbelanja dan seterusnya.
2.
Ukuran kekuasaan, barang siapa
yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar akan menempati
pelapisan yang tinggi dalam pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.
3.
Ukuran kehormatan, orang yang
disegani dan dihormati akan mendapat tempat atas dalam sistem pelapisan sosial.
Ukuran semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat yang masih tradisional.
Misalnya, orangtua atau orang yang dianggap berjasa dalam masyarakat atau
kelompoknya. Ukuran kehormatan biasanya lepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan
kekuasaan.
4.
Ukuran ilmu pengetahuan, ilmu
pengetahuan digunakan sebagai salah satu faktor atau dasar pembentukan
pelapisan sosial didalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Ukuran tersebut di atas tidaklah bersifat limitif.
Oleh karena itu, masih ada ukuran lain yang dapat dipergunakan. Namun, ukuran
di atas lah yang paling banyak digunakan sebagai dasar pembentukan pelapisan
sosial. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
2.5. Bentuk-bentuk Pelapisan Sosial dalam Masyarakat
Sedangkan bentuk pelapisan sosial di dalam masyarakat
bentuknya berbeda-beda. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor
apa yang dijadikan dasar pelapisan itu, kriteria ekonomi atau kriteria politik.
Pelapisan pada kriteria ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat
menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang
yang didasarkan kepada pemilik tanah dan benda, ada golongan orang yang
didasarkan kepada kegiatan ekonomi dan menggunakan kecakapan sehubungan hal
ini. Pelapisan sosial yang didasarkan pada kriteria ekonomi, akan berkaitan
dengan aktifitas pekerjaan pemilikan atau kedua-duanya dengan kata lain
pendapatan kekayaan dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam
beberapa lapisan atau kelas ekonomi.
Setiap pelapisan dalam stratifikasi ekonomi disebut
kelas-kelas ekonomi atau sering disebut kelas saja. Sehingga para warga
masyarakat atau penduduk masyarakat dapat digolongkan ke dalam beberapa kelas
ekonomi (economic class). Istilah kelas ekonomi mempunyai arti yang
relatif sama dengan istilah kelas sosial (social class) hanya saja
istilah kelas sosial lebih banyak dipakai untuk menunjukkan pelapisan sosial
yang didasarkan atas kriteria sosial, seperti pendidikan atau pekerjaan namun
kadang-kadang kelas-kelas sosial yang diartikan sebagai semua orang yang sadar
akan kedudukannya di dalam suatu pelapisan tanpa membedakan apakah dasar
pelapisan itu uang, pemilikan pekerjaan, kekuasaan atau yang lainnya. Dalam
pembahasan ini kelas ekonomi akan disebut dengan kelas saja sehingga secara
garis besar terdapat tiga kelas sosial, kelas atas, kelas menengah, kelas bawah.
Pelapisan sosial berdasarkan kriteria sosial, dengan
memahami pelapisan masyarakat berdasarkan kriteria sosial orang akan mudah
memahami peristiwa atau gejala-gejala yang terjadi di dalam masyarakat. Semua
ini berhubungan dengan apa yang disebut prestise atau gengsi. Suatu pekerjaan
bagi seseorang tidak sekedar berhubungan dengan berapa jumlah uang yang
diterima sebagai gaji namun juga status sosial yang dinikmati melalui pekerjaan
orang itu. Contoh seorang karyawan atau pegawai suatu departemen walau hanya
duduk di ruang jaga setiap hari untuk membuat daftar nama tamu dan menerima
kiriman surat serta barang melalui pos atau perusahaan jasa titipan, ia akan
menikmati suatu status sosial yang lebih tinggi daripada seorang tukang becak
yang biarpun mempunyai pendapatan yang lebih tinggi namun harus melakukan
pekerjaan yang kurang bergengsi. Demikianlah pelapisan masyarakat yang
didasarkan pada kriteria sosial akan berhubungan dengan status atau kedudukan
seseorang dalam masyarakat.
Ralph Linton dalam bukunya yang berjudul The Study
of Man menuliskan definisi status sebagai berikut : “In the abstract, is
a particular pattern” artinya secara abstrak yaitu kedudukan berarti tempat
seseorang dalam suatu pola hubungan sosial tertentu. (Selo Soemardjan, 1974 dan
Soekanto, 1983)
Pelapisan sosial berdasarkan kriteria politik ialah
pembedaan kedudukan atau warga masyarakat menurut pembagian kekuasaan. Sebagai
dasar pembentukan pelapisan sosial, kekuasaan berbeda dari kriteria lain yaitu
ekonomi dan kedudukan sosial, apabila masyarakat menginginkan kehidupan yang
teratur, maka kekuasaan yang ada padanya harus pula dibagi-bagi dengan teratur.
Apabila kekuasaan tidak dibagi-bagi secara teratur, maka kemungkinan besar di
dalam masyarakat akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan
keutuhan masyarakat.
Bentuk-bentuk kekuasaan pada berbagai masyarakat di
dunia ini beraneka macam dengan masing-masing polanya, akan tetapi ada satu
pola umum bahwa sistem kekuasaan akan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat
dan pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Garis batas ini
menimbulkan pelapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yang didasarkan pada
rasa kekhawatiran para warga masyarakat akan terjadinya disintegrasi masyarakat
apabila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. (Drs. Taufik Rahman Dhohir :
2000)
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
3.1. Penyajian Data
Menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem pelapisan
kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkhis, dan
demokratis.
A.
Tipe Kasta
Tipe kasta memiliki sistem pelapisan kekuasaan dengan
garis pemisahan yang kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat
berkasta yang hampir tidak dijumpai dalam gerak vertikal. Garis pemisah antara
masing-masing pelapisan hampir tidak mungkin ditembus. Pada puncak piramida
kekuasaan duduk penguasa tertinggi, misalnya : raja atau maharaja dengan
lingkungannya yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para pendeta.
Lapisan kedua dihuni oleh para petani dan buruh tani, dan pelapisan terendah
terdiri dari para budak.
B.
Oligarkhis
Tipe oligarkhis memiliki tipe pelapisan kekuasaan
yang menggambarkan garis pemisah yang tegas diantaranya pelapisan akan tetapi
perbedaan antara pelapisan satu dengan yang lain tidak begitu mencolok walaupun
kedudukan para warga masyarakat masih banyak didasarkan kepada aspek kelahiran
(ascribed status), akan tetapi kepada individu masih diberikan
kesempatan untuk naik ke pelapisan yang lebih atas.
Kelas menengah mempunyai warga yang paling banyak
seperti industri perdagangan dan keuangan memang peran yang lebih penting. Ada
bermacam-macam cara bagi warga dari pelapisan bawah naik ke pelapisan yang
lebih atas dan juga ada kesempatan bagi warga kelas menengah untuk menjadi
penguasa. Suatu variasi dari tipe oligarkhis ini adalah pelapisan yang terdapat
pada negara yang didasarkan pada fasisme atau juga negara totaliter. Hanya
bedanya untuk yang disebut terakhir, kekuasaan berada di tangan partai politik.
C.
Demokratis
Tipe demokratis adalah tipe ketiga yang tampak adanya
garis pemisah antara pelapisan yang sifatnya bergerak. Faktor kelahiran tidak
menentukan kedudukan seseorang yang terpenting adalah kemampuannya dan
kadang-kadang faktor keberuntungan.
Pelapisan sosial berdasarkan kriteria kekuasaan
sebenarnya tidak selalu digambarkan dengan hierarkhis atas bawah, tetapi dapat
pula digambarkan sebagai gejala melingkar menyerupai lingkaran kambium, yang
terdiri dari lingkaran dalam, lingkaran tengah dan lingkaran luar. Lingkaran
dalam ditempati oleh mereka yang mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada
mereka yang menempati lingkaran tengah atau luar. Perbedaan diantara lingkaran
dalam dan lingkaran di luarnya bukan berarti saling terpisah satu dengan yang
lain tetapi terdapat kesalinghubungan yang dinyatakan dengan adanya garis yang
tidak terputuskan.
Pelapisan kekuasaan di lingkungan keraton dengan
semua tata nilai yang berlaku di dalamnya merupakan salah satu contoh lingkaran
kambium. Raja merupakan tokoh sentral yang penuh dengan kekuasaan dari privilege
(hak-hak yang istimewa). Kekuasaan dan privilege yang lebih rendah dari
yang ada pada raja adalah yang dimiliki oleh para anggota keluarga raja.
Semakin jauh dari lingkaran keluarga raja maka semakin berkurang kekuasaannya privilege
maupun prestise (kehormatan) yang dimiliki oleh seseorang.
3.2. Analisis Data
Salah satu aspek kemanusiaan dalam hubungan antara
pekerja rumah tangga (PRT) dengan pemberi kerja adalah status sosial PRT dan
posisi dominan pemberi kerja terhadap PRT.
Nabila bekerja sebagai PRT pada Yudha, bujangan yang
senang berganti-ganti pacar. Sampai suatu ketika Yudha jatuh sakit. Pacar-pacar
Yudha dan orangtuanya hanya datang silih berganti membawa buah tangan,
sementara Nabila, merawat Yudha siang malam dengan tulus. Seperti cerita dalam
sinetron, akhirnya Yudha jatuh cinta kepada PRT-nya itu dan berkeputusan
menikahinya. Seperti bisa diduga keluarga besar Yudha yang termasuk keluarga
priyayi Jawa itu bereaksi dengan mengucilkan Yudha dan Nabila karena tidak bisa
menerima kehadiran seseorang perempuan desa yang tidak berpendidikan.
Ketika anak-anak dari pernikahan Yudha dan Nabila
mulai lahir, satu persatu anggota keluarga besar Yudha mulai bersedia menerima
Nabila, tetapi Nabila tetap saja memposisikan dirinya lebih rendah daripada
mereka. Ia tidak berani menyapa saudara-saudara suaminya, menunggu dipanggil
atau diperintah mengerjakan sesuatu. Panggilan itupun dijawabnya dalam bahasa
Jawa halus “ndalem”, langsung berlari dan bersimpuh ke hadapan
pemanggilnya dan menunggu untuk menerima perintah berikut. Akan tetapi Nabila
bukan perempuan pasif, ketika dua anaknya semakin besar, yang pertama kini
berusia 24 tahun dan kedua duduk di bangku SMU, Nabila sadar ia harus masuk ke
dalam keluarga besar suaminya. Ia mendesak Yudha membawa anak mereka
berkeliling ke tempat kerabat pada saat Idul Fitri, cara itu rupanya mampu
melunakkan hati anggota keluarga besar Yudha sehingga makin banyak yang mau
menerima Nabila meskipun hanya sampai batas tertentu. Berbeda dari kebanyakan
telenovela atau sinetron yang berakhir dengan happy ending, sampai
sekarang Nabila masih mendapatkan perlakuan yang sangat menekan-nekankan pada
status awal Nabila. Misalnya, meskipun ia diajak ikut serta dalam arisan
keluarga, tetapi anggota keluarga besar Yudha enggan duduk bersebelahan dengan Nabila,
pada kesempatan lain ia ditolak ikut menumpang mobil salah seorang anggota
arisan dengan alasan mobil sudah penuh walaupun sebenarnya masih ada tempat.
Sejauh ini Nabila menerima perlakuan itu dan tetap mengingat asal-usulnya,
ternyata tidak mudah menaikkan status sosial untuk seorang PRT.
(Sumber : Info Aktual Swara, Suplemen Kompas No. 62)
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari berbagai teori yang telah disebutkan di dalam
bab-bab terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa apabila masyarakat telah
membaca paper ini maka akan mengetahui faktor-faktor dasar terbentuknya
pelapisan sosial yang telah terjadi dengan sendirinya.
Faktor-faktor yang terjadi dengan sendirinya antara lain :
a.
Kepandaian
b.
Tingkat umur
c.
Sifat keaslian keanggotaan di
dalam kerabat pimpinan masyarakat,
misalnya : (cikal bakal, kepala desa dan sebagainya).
misalnya : (cikal bakal, kepala desa dan sebagainya).
d.
Pemilikan harta
Sedangkan bentuk-bentuk yang terjadi di dalam
masyarakat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
a.
Pelapisan sosial berdasarkan pada
kriteria ekonomi
b.
Pelapisan sosial berdasarkan pada
kriteria sosial
c.
Pelapisan sosial berdasarkan pada
kriteria politik
Di samping itu masyarakat juga dapat mengetahui
sistem-sistem pelapisan sosial yang menempatkan masing-masing warga masyarakat
pada status dan peran sosial tertentu.
Sistem-sistem pelapisan sosial antara lain :
a.
Distribusi hak-hak istimewa yang
obyektif
b.
Sistem pertentangan yang
diciptakan oleh para warga masyarakat
c.
Kriteria sistem pertentangan
d.
Lambang-lambang kedudukan
e.
Mudah atau sukarnya bertukar
kedudukan
f.
Solidaritas atas individu atau
kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial
masyarakat
4.2. Penutup
Penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada
Allah Swt yang telah memberikan taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis bisa
menyelesaikan paper yang berjudul “PENGARUH PELAPISAN SOSIAL TERHADAP KEHIDUPAN
MASYARAKAT” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan paper ini
yang penulis sajikan ke tangan pembaca masih sangat banyak kekurangan, baik
dari segi penyajian maupun analisisnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan paper selanjutnya.
Akhirnya hanya keridhaannya Allah yang penulis
dambakan, semoga rahmat dan hidayah-Nya senantiasa dilimpahkan kepada kita
semua, semoga paper yang penulis sajikan ini memberikan manfaat bagi semua
pembacanya. Amin Ya Robbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rahman Dhohir Taufik, Wartono
Tarsisius, dkk. 2000. Sosiologi XI SMU. Jakarta : Yudhistira.
2.
http://www.google.com.
No comments:
Post a Comment