dwKOMQi3a4gh8Hee1hY6F_nqDcw Makalah Perbedaan Ilmu dan Filasafat | referensi makalah

Wednesday, November 30, 2011

Makalah Perbedaan Ilmu dan Filasafat


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Filsafat dan ilmu pengetahuan (science) memang sama-sama buah pikiran manusia dan memiliki banyak persamaan lain sehingga banyak kalangan menganggap keduanya merupakan hal yang sama. Namun sebenarnya antara filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang berbeda.
Pebedaan antara keduanya jika kita teliti akan bisa diketahui seperti bahwa filsafat merupakan buah pikiran yang tidak perlu adanya pembuktian nyata sedangkan ilmu pengetahuan harus melalui pembuktian yang nyata.
Atas dasar problema diatas maka, penulis akan membahas masalah tersebut dalam makalah yang berjudul “perbedaan antara ilmu pengetahuan dan filsafat”.

B.     RUMUSAN MASALAH
·         Apa pengertian filsafat?
·         Apa pengertian Ilmu pengetahuan?
·         Apa perbedaan antara ilmu pengetahuan dan filsafat?

C.     TUJUAN PEMBAHASAN
·         Untuk mengetahui apa pengertian filsafat
·         Untuk mengetahui apa pengetian ilmu pengetahuan
·          Dan untuk mengetahui perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa yaitu dalam bahasa inggris yaitu “philosophy”, sedangkan dalam bahasa yunani “philos” dan sophi”. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah. Akan tetapi, kata tersebut pada awalnya berasl dari bahasa yunani. Philos artinya cinta, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Oleh karena itu, filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan. Para ahli filsafat disebut dengan filosof, yakni orang yang mencari kebijaksanaan atau kebenaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar, melainkan orang yng sedang belajar mencari kebenaran atau kebijaksanaan.
Pencarian kebijaksanaan bermakna menelusuri hakikat dan sumber kebenaran. Alat untuk menemukan kebijaknaan adalah akal yang merupakan sumber primer dalam berpikir. Oleh karena itu, kebenaran filosofis tidak lebih dari kebenaran yang rasional dan radikal. Kebenaran filosofis tidak memerlukan pembuktian-pembuktian tau tidak perlu didasari bukti kebenaran, baik melalui eksperimentasi maupun pencarian data lapangan.
Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Berfilsafat tidak hanya berarti membaca dan mengetahui filsafat. Seseorang memerlukan kemampuan berargumentasi, memakai tehnik analisis, serta mengetahui sejumlah bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan mempelajarinya kedalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh dengan hikmah.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawban yang ditemukan tidak pernah abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir suatu masalah. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena itulah memang sebenarnya berfilsafat. Frans Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, bahkan senang untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap kebanaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antithesis.[1]
Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat yakni pendekatan ontology, epistimologi, dan aksiologi. Ahli filsafat selalu berfikir kritis
Berikut definisi-definisi filsafat menurut filosof :
·         Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
·         Aristoteles : Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
·         Al-Farabi : Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya
·         Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
a)      Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
b)      Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
c)      Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
d)     Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
·         Bertrand Russel :Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
·         Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.

B.     PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kata yang merupakan kata majemuk, sehingga dalam penggunaannya sehari-hari selalu dirangkai dan membentuk satu arti, yakni ilmu pengetahuan. Namun, apabila dilihat lebih teliti, ternyata kata ilmu dan pengetahuan mempunyai arti tersendiri. Pengetahuan mempunyai makna yang sama dengan knowledge dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, antara pengetahuan dengan ilmu (science – Inggris) memiliki perbedaan makna utamanya pada penggunaannya. Menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Cecep Sumarna bahwa, pengetahuan adalah hasil aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Pengetahuan merujuk kepada apa yang kita kenal, ketahui atau fahami atau dapatkan melaui pengalaman, penginderaan, penyuluhan, pelatihan, percobaan, belajar, refleksi, intuisi, dan lainnya. Dengan kata lain, pengatahuan adalah apa yang kita ketahui.
Pengetahuan berlangsung dalam dua bentuk dasar yang berbeda. Pertama, pengetahuan yang berfungsi untuk dinikmati dan memberikan rasa puas dalam hati manusia. Kedua, pengetahuan yang patut digunakan atau diterapkan dalam menjawab kebutuhan praktis. Dari dua bentuk dasar pengetahuan tersebut, kemudian melahirkan tiga macam pengetahuan, yakni pengetahuan tentang sains, filsafat dan mistik. Pengetahuan selalu memberi rasa puas dengan menangkap tanpa ragu terhadap sesuatu. Pengertian pengetahuan seperti itulah yang telah membedakannya dengan ilmu yang selalu menghendaki penjelasan lebih lanjut dari apa yang sekedar dituntut oleh pengetahuan. Muhammad Hatta memberikan pengertian yang berbeda antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Menuurut Hatta sebagaimana dikutip oleh M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu bahwa: ”pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan”, sedangkan ”yang didapat dengan jalan keterangan. Disebut ilmu”.
Ilmu (science – Yunani; ’Alima – Arab) secara etimologi berarti tahu atau pengetahuan. Tetapi secara terminologi ilmu atau science adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat- syarat tertentu. Para ahli telah memberikan rumusan batasan ilmu pengetahuan (science) dengan formulasi yang berbeda-beda, antara lain
1.      Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag memberikan batasan defenisi ilmu. Menurutnya, ”ilmu adalah yang empiris, yang rasional, yang umum dan kumulatif (bertimbun-timbun) dan keempat-empatnya serentak.”
2.      Ashley Montagu: ”Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.”
3.      Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana dikutip Rasjidi dirumuskan bahwa: ”Ilmu Pengetahuan adalah suatu system dari berbagai pengetahuan, yang masing- masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu system dari Berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode- metode tertentu (induksi, deduksi).”
4.      Sutari Imam Barnadib: ”Ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.”
5.      Amir Daien Indrakusuma: “Ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah.”
Ilmu adalah cabang pengetahuan dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya adalah memiliki obyek, memiliki metode, memiliki sistematika, dapat diuji kebenarannya. Menurut Quraish Shihab, kata ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Dari segi bahasa, kata ilmu berasal dari bahasa Arab, ’ilm yang berarti kejelasan. Jadi ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu ada dua macam berdasarkan perspektif al- Quran. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, yang disebut ilmu ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, yang disebut ilmu kisbi. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya digunakan untuk menunjukkan proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sekaligus.[2] Sedangkan berdasarkan fungsinya, ilmu-ilmu itu dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu:
a.Ilmu untuk ibadah dalam arti khusus atau ritual
b. Ilmu untuk mengembangkan pribadi manusia mencapai ahsani taqwim
c. Ilmu untuk hidup berbudaya dengan sesama manusia
d. Ilmu untuk memelihara, mengembangkan dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik.
Malik bin Nabi di dalam kitabnya, Intaj al-Mustasyriqin wa at- Saruhu Fi al-Fikriy al-Hadits sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab ”Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut”. Dalam hal ini, Malik bin Nabi tidak membedakan antara ilmu dengan pengetahuan., Lebih lanjut Malik bin Nabi mengatakan:
“Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang- bidang tersebut, tetapi bergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh. Ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan wujudnya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan itu.”
Ilmu (science) merupakan pengetahuan yang menelaah dunia empirik, cara perolehannya melalui observasi, penginderaan, pengkajian, atau percobaan yang sistematik, metodis, dan koheren. Objek ilmu pengetahuan adalah dunia empirik atau alam materi yang diserap melalui panca indera yang lugas maupun yang dibantu oleh teknologi modern. Ilmu adalah dasar untuk peradaban manusia, dan perkembangan ilmu diwadahi oleh perguruan tinggi. Kita mengembangkan ilmu secermat- cermatnya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam kehidupan manusia, dalam rangka pengabdian manusia (sebagai mahluk) kepada penciptanya (khaliq).
Ilmu sangat erat kaitannya dengan kebenaran. Kita percaya bahwa kebenaran mutlak diwahyukan tuhan kepada manusia, sedangkan kebenaran yang dicapai itu sifatnya relatif, dan diantara kebenaran relatif ini dibagi dua, ialah filsafat yang bersifat ‘spekulatif’ dan ilmu atau sains yang bersifat ‘positif’.
Dalam sains (yang tidak melandaskan diri kepada tuhan), sebagai pemula keberadaan sains ditetapkan dalam empat asumsi dasar, yaitu:
1. Bahwa dunia ini ada
2. Kita bias mengetahui dunia
3. Kita mengetahui dunia melalui panca indera
4. Fenomena-fenomena terkait dengan kausal
Dalam upaya quest for knowledge manusia menggunakan segala akal budinya, ialah rasio dan rasa. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasionya saja, sedangkan ilmu timur menekankan pada kalbu dan hanya sedikit rasio. Akan tetapi kita menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada tempat dan takaran yang benar.
Kemampuan rasio terletak pada membedakan (atau menyamakan) dan menggolongkan (berdasarkan kesamaan itu). Selain itu menyatakan secara kuantitatif atau kualitatif, menyatakan hubungan-hubungan dan mendeduksinya (atau menginduksinya). Semua kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan-patokan yang sangat terperinci.
Rasio tidak berdusta; dalam keadaan murni ia menyatakan secara tegas ya atau tidak. Kemampuan rasa terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung berhubungan dengan tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika. Sebagai pemula, kemampuan ini disebut intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa, sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika dan estetika. Rasa tidak berpatokan sebagaimana dipunyai oleh rasio. Patokan ini disebut inferensi. Rasa adalah media kontak manusia dengan tuhan. Rasa yang terjaga menjadikan manusia berderajad lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari godaan syeitan menjadikan manusia jatuh martabat menjadi lebih rendah dari binatang sekalipun.
Daya quest for knowledge (penguasaan ilmu) muslim melemah, ada hubungannya dengan melemahnya penggunaan akal dan nalar, sehubungan dengan pandangan teologis yang terlalu menonjolkan takdir, yang harus diupayakan adalah perenungan dalam melakukan nalar.
Istilah science atau ilmu dalam pengertiannya yang lengkap dan menyeluruh Adalah serangkaian kegiatan manusia dengan pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan dan perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, dan memberikan penjelasan atau melakukan penerapan.
Ilmu pengetahuan itu timbul disebabkan oleh adanya kebutuhan- kebutuhan dan kemauan manusia untuk hidup bahagia dan sejahtera. Sehingga dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu, maka manusia menggunakan akal pikirannya. Hasil dari pemikiran manusia itulah, kemudian melahirkan berbagai ilmu pengetahuan seperti: ilmu pertanian, perikanan, humaniora, kesehatan, ilmu hukum, ilmu bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya masih banyak rumusan tentang definisi ilmu (science) yang dikemukakan oleh para ahli ilmu pengetahuan yang tidak dapat disebutkan semua. Tetapi kalau dicermati dari semua definisi atau batasan yang bermacam-macam itu dapat diketahui bahwa ilmu (science) merupakan pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional, empiris dan bersifat kumulatif. Sementara syarat-syarat sesuatu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan adalah harus mempunyai:
1. obyek formal sendiri;
2. metode penelitian;
3. sistematika uraian; dan
4. tujuan.
Berdasarkan berbagai definisi dan pembagian ilmu sebagaimana yang disebutka di atas, maka secara garis besarnya objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan nonmateri. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangannya kepada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi. Karena itu, objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antar budaya.
Sedangkan ilmuwan muslim menyatakan bahwa objek ilmu mencakup alam materi dan nonmateri. Karena itu, ilmuwan muslim – kususnya kaum sufi–memperkenalkan ilmu untuk menggambarkan hirarki keseluruhan realitas wujud yang mereka sebut lima kehadiran Ilahi, yaitu :
1. Alam materi
2. Alam kejiwaan
3. Alam ruh
4. Sifat-sifat ilahiyah, dan
5. Wujud zat ilahi
Cara memperoleh ilmu-ilmu tersebut ada dua macam sebagaimana yang dikemukakan oleh Quraish Shihab, yakni dengan ladunni dan dengan kasbi. Adapun sarana yang digunakan untuk memperoleh ilmu- ilmu tersebut adalah dengan melalui pendengaran, penglihatan (mata), akal dan hati. Sedangkan trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan dan tes-tes kemungkinan (probability) merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan.

C.     PERBEDAAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
Antara filsafat dan pengetahuan memiliki perbedaan seperti suatu kebenaran filosofis tidak memerlukan pembuktian-pembuktian atau tidak perlu didasari bukti kebenaran, baik melalui eksperimen maupun pencarian data lapangan sedangkan ilmu pengetahuan harus mempunyai pembuktian yang nyata serta melalui penelitian. Dan perbedaan keduanya juga dapat dijelaskan dari obyek material dan obyek formal keduanya yaitu:
·      Dilihat dari obyek material [lapangan]
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
  • Obyek formal [sudut pandangan]
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.

BAB III
KESIMPULAN

Filsafat dapat diartika pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu yang bersifat menyeluruh dan mendasar. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional, empiris dan bersifat kumulatif.
Jadi dari penjelasan di atas perbedaan antara keduanya telah bias kita ketahui yaitu : 
·         Filsafat bersifat universal sedangkan ilmu pengetahuan bersifat khusus.
·         Filsafat tidak memerlukan adanya pembuktian sedangkan ilmu pengetahuan harus menggunakan pembuktian
·         Filsafat bersifat menyeluruh dan mendasar sedangkan ilmu pengetahuan bersifat spesifik dan intensif.



















 DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Hakim Atang dan Beni Ahmad Saebani,  Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2008
Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi (mengungkap pesan al-Qur’an tentang pendidikan), Yogyakarta : Teras, 2008
www.google.com


[1] Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, 2008, Bandung : Pustaka Setia
[2] Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi (mengungkap pesan al-Qur’an tentang pendidikan), 2008, Yogyakarta : Teras hlm. 79

No comments:

Post a Comment