BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat dan ilmu pengetahuan (science) memang
sama-sama buah pikiran manusia dan memiliki banyak persamaan lain sehingga banyak
kalangan menganggap keduanya merupakan hal yang sama. Namun sebenarnya antara
filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang berbeda.
Pebedaan antara keduanya jika kita teliti akan bisa
diketahui seperti bahwa filsafat merupakan buah pikiran yang tidak perlu adanya
pembuktian nyata sedangkan ilmu pengetahuan harus melalui pembuktian yang nyata.
Atas dasar problema
diatas maka, penulis akan membahas masalah tersebut dalam makalah yang berjudul
“perbedaan antara ilmu pengetahuan dan filsafat”.
B. RUMUSAN MASALAH
·
Apa pengertian
filsafat?
·
Apa pengertian Ilmu
pengetahuan?
·
Apa perbedaan antara
ilmu pengetahuan dan filsafat?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
·
Untuk mengetahui apa pengertian filsafat
·
Untuk mengetahui apa pengetian ilmu pengetahuan
·
Dan
untuk mengetahui perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
FILSAFAT
Secara
etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa yaitu dalam bahasa inggris
yaitu “philosophy”, sedangkan dalam bahasa yunani “philos” dan sophi”. Ada pula
yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu “falsafah” yang
artinya al-hikmah. Akan tetapi, kata tersebut pada awalnya berasl dari bahasa
yunani. Philos artinya cinta, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Oleh
karena itu, filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan. Para ahli
filsafat disebut dengan filosof, yakni orang yang mencari kebijaksanaan atau
kebenaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar,
melainkan orang yng sedang belajar mencari kebenaran atau kebijaksanaan.
Pencarian
kebijaksanaan bermakna menelusuri hakikat dan sumber kebenaran. Alat untuk
menemukan kebijaknaan adalah akal yang merupakan sumber primer dalam berpikir.
Oleh karena itu, kebenaran filosofis tidak lebih dari kebenaran yang rasional
dan radikal. Kebenaran filosofis tidak memerlukan pembuktian-pembuktian tau
tidak perlu didasari bukti kebenaran, baik melalui eksperimentasi maupun
pencarian data lapangan.
Suatu
sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu
merupakan sikap toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai
sudut pandang dan tanpa prasangka. Berfilsafat tidak hanya berarti membaca dan
mengetahui filsafat. Seseorang memerlukan kemampuan berargumentasi, memakai
tehnik analisis, serta mengetahui sejumlah bahan pengetahuan sehingga ia
memikirkan dan mempelajarinya kedalam refleksi pemikiran yang mendalam dan
penuh dengan hikmah.
Filsafat
selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawban yang ditemukan tidak pernah
abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai
pada akhir suatu masalah. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena
itulah memang sebenarnya berfilsafat. Frans Magnis Suseno menegaskan bahwa
kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas
diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, bahkan senang
untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis
dalam arti bahwa setiap kebanaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran
tesis-antitesis dan antitesisnya antithesis.[1]
Sifat
kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat yakni
pendekatan ontology, epistimologi, dan aksiologi. Ahli filsafat selalu berfikir
kritis
Berikut
definisi-definisi filsafat menurut filosof :
·
Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli.
·
Aristoteles : Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan )
yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
·
Al-Farabi : Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang
alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya
·
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ): Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang
didalamnya tercakup empat persoalan.
a) Apakah
yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
b) Apakah
yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
c) Sampai
dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
d) Apakah
yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
·
Bertrand Russel :Filsafat adalah sesuatu yang berada di
tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat
berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan
definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,
seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas
tradisi maupun otoritas wahyu.
·
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : Filsafat sebagai
Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar
segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat
memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari
seluruh kenyataan.
B. PENGERTIAN
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
dan pengetahuan adalah dua buah kata yang merupakan kata majemuk, sehingga
dalam penggunaannya sehari-hari selalu dirangkai dan membentuk satu arti, yakni
ilmu pengetahuan. Namun, apabila dilihat lebih teliti, ternyata kata ilmu dan
pengetahuan mempunyai arti tersendiri. Pengetahuan mempunyai makna yang sama
dengan knowledge dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, antara pengetahuan dengan
ilmu (science – Inggris) memiliki perbedaan makna utamanya pada penggunaannya.
Menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Cecep Sumarna bahwa,
pengetahuan adalah hasil aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu
kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Pengetahuan
merujuk kepada apa yang kita kenal, ketahui atau fahami atau dapatkan melaui
pengalaman, penginderaan, penyuluhan, pelatihan, percobaan, belajar, refleksi,
intuisi, dan lainnya. Dengan kata lain, pengatahuan adalah apa yang kita
ketahui.
Pengetahuan
berlangsung dalam dua bentuk dasar yang berbeda. Pertama, pengetahuan yang
berfungsi untuk dinikmati dan memberikan rasa puas dalam hati manusia. Kedua,
pengetahuan yang patut digunakan atau diterapkan dalam menjawab kebutuhan
praktis. Dari dua bentuk dasar pengetahuan tersebut, kemudian melahirkan tiga
macam pengetahuan, yakni pengetahuan tentang sains, filsafat dan mistik.
Pengetahuan selalu memberi rasa puas dengan menangkap tanpa ragu terhadap
sesuatu. Pengertian pengetahuan seperti itulah yang telah membedakannya dengan
ilmu yang selalu menghendaki penjelasan lebih lanjut dari apa yang sekedar
dituntut oleh pengetahuan. Muhammad Hatta memberikan pengertian yang berbeda
antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Menuurut Hatta sebagaimana dikutip
oleh M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu bahwa: ”pengetahuan yang didapat dari
pengalaman disebut pengetahuan”, sedangkan ”yang didapat dengan jalan
keterangan. Disebut ilmu”.
Ilmu
(science – Yunani; ’Alima – Arab) secara etimologi berarti tahu atau
pengetahuan. Tetapi secara terminologi ilmu atau science adalah pengetahuan
yang mempunyai ciri-ciri dan syarat- syarat tertentu. Para ahli telah
memberikan rumusan batasan ilmu pengetahuan (science) dengan formulasi yang
berbeda-beda, antara lain
1. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag memberikan batasan defenisi
ilmu. Menurutnya, ”ilmu adalah yang empiris, yang rasional, yang umum dan
kumulatif (bertimbun-timbun) dan keempat-empatnya serentak.”
2. Ashley Montagu: ”Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.”
3. Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana dikutip Rasjidi
dirumuskan bahwa: ”Ilmu Pengetahuan adalah suatu system dari berbagai
pengetahuan, yang masing- masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu,
yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi
kesatuan; suatu system dari Berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan
sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan
memakai metode- metode tertentu (induksi, deduksi).”
4. Sutari Imam Barnadib: ”Ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang
lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.”
5. Amir Daien Indrakusuma: “Ilmu pengetahuan adalah uraian yang
sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah.”
Ilmu
adalah cabang pengetahuan dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya adalah
memiliki obyek, memiliki metode, memiliki sistematika, dapat diuji
kebenarannya. Menurut Quraish Shihab, kata ilmu digunakan dalam arti proses
pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Dari segi bahasa, kata ilmu
berasal dari bahasa Arab, ’ilm yang berarti kejelasan. Jadi ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Quraish
Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu ada dua macam berdasarkan
perspektif al- Quran. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, yang
disebut ilmu ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, yang
disebut ilmu kisbi. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya digunakan
untuk menunjukkan proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan
sekaligus.[2] Sedangkan
berdasarkan fungsinya, ilmu-ilmu itu dapat diklasifikasikan ke dalam empat
kelompok yaitu:
a.Ilmu untuk ibadah dalam arti khusus atau
ritual
b. Ilmu untuk mengembangkan pribadi manusia mencapai
ahsani taqwim
c. Ilmu untuk hidup berbudaya dengan sesama
manusia
d. Ilmu untuk memelihara,
mengembangkan dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik.
Malik
bin Nabi di dalam kitabnya, Intaj al-Mustasyriqin wa at- Saruhu Fi al-Fikriy
al-Hadits sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab ”Ilmu pengetahuan adalah
sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya
masalah tersebut”. Dalam hal ini, Malik bin Nabi tidak membedakan antara ilmu
dengan pengetahuan., Lebih lanjut Malik bin Nabi mengatakan:
“Kemajuan
ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang- bidang tersebut, tetapi
bergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang
mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapat menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh. Ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada
masyarakat, tetapi juga diukur dengan wujudnya suatu iklim yang dapat mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan itu.”
Ilmu
(science) merupakan pengetahuan yang menelaah dunia empirik, cara perolehannya
melalui observasi, penginderaan, pengkajian, atau percobaan yang sistematik,
metodis, dan koheren. Objek ilmu pengetahuan adalah dunia empirik atau alam
materi yang diserap melalui panca indera yang lugas maupun yang dibantu oleh
teknologi modern. Ilmu adalah dasar untuk peradaban manusia, dan perkembangan
ilmu diwadahi oleh perguruan tinggi. Kita mengembangkan ilmu secermat-
cermatnya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam kehidupan manusia,
dalam rangka pengabdian manusia (sebagai mahluk) kepada penciptanya (khaliq).
Ilmu
sangat erat kaitannya dengan kebenaran. Kita percaya bahwa kebenaran mutlak
diwahyukan tuhan kepada manusia, sedangkan kebenaran yang dicapai itu sifatnya
relatif, dan diantara kebenaran relatif ini dibagi dua, ialah filsafat yang
bersifat ‘spekulatif’ dan ilmu atau sains yang bersifat ‘positif’.
Dalam
sains (yang tidak melandaskan diri kepada tuhan), sebagai pemula keberadaan
sains ditetapkan dalam empat asumsi dasar, yaitu:
1. Bahwa dunia ini ada
2. Kita bias mengetahui dunia
3. Kita mengetahui dunia melalui panca
indera
4. Fenomena-fenomena terkait dengan kausal
Dalam
upaya quest for knowledge manusia menggunakan segala akal budinya, ialah rasio
dan rasa. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasionya saja,
sedangkan ilmu timur menekankan pada kalbu dan hanya sedikit rasio. Akan tetapi
kita menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada tempat
dan takaran yang benar.
Kemampuan
rasio terletak pada membedakan (atau menyamakan) dan menggolongkan (berdasarkan
kesamaan itu). Selain itu menyatakan secara kuantitatif atau kualitatif,
menyatakan hubungan-hubungan dan mendeduksinya (atau menginduksinya). Semua
kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan-patokan yang sangat
terperinci.
Rasio
tidak berdusta; dalam keadaan murni ia menyatakan secara tegas ya atau tidak.
Kemampuan rasa terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung
berhubungan dengan tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala
bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika. Sebagai pemula, kemampuan ini disebut
intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa,
sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika dan estetika. Rasa tidak
berpatokan sebagaimana dipunyai oleh rasio. Patokan ini disebut inferensi. Rasa
adalah media kontak manusia dengan tuhan. Rasa yang terjaga menjadikan manusia
berderajad lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari
godaan syeitan menjadikan manusia jatuh martabat menjadi lebih rendah dari
binatang sekalipun.
Daya
quest for knowledge (penguasaan ilmu) muslim melemah, ada hubungannya dengan
melemahnya penggunaan akal dan nalar, sehubungan dengan pandangan teologis yang
terlalu menonjolkan takdir, yang harus diupayakan adalah perenungan dalam
melakukan nalar.
Istilah
science atau ilmu dalam pengertiannya yang lengkap dan menyeluruh Adalah
serangkaian kegiatan manusia dengan pikirannya dan menggunakan berbagai tata
cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai
gejala-gejala alami, kemasyarakatan dan perorangan untuk tujuan mencapai
kebenaran, memperoleh pemahaman, dan memberikan penjelasan atau melakukan
penerapan.
Ilmu
pengetahuan itu timbul disebabkan oleh adanya kebutuhan- kebutuhan dan kemauan
manusia untuk hidup bahagia dan sejahtera. Sehingga dalam mencapai dan memenuhi
kebutuhan hidupnya itu, maka manusia menggunakan akal pikirannya. Hasil dari
pemikiran manusia itulah, kemudian melahirkan berbagai ilmu pengetahuan
seperti: ilmu pertanian, perikanan, humaniora, kesehatan, ilmu hukum, ilmu
bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya
masih banyak rumusan tentang definisi ilmu (science) yang dikemukakan oleh para
ahli ilmu pengetahuan yang tidak dapat disebutkan semua. Tetapi kalau dicermati
dari semua definisi atau batasan yang bermacam-macam itu dapat diketahui bahwa
ilmu (science) merupakan pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional,
empiris dan bersifat kumulatif. Sementara syarat-syarat sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu pengetahuan adalah harus mempunyai:
1. obyek formal sendiri;
2. metode penelitian;
3. sistematika uraian; dan
4. tujuan.
Berdasarkan
berbagai definisi dan pembagian ilmu sebagaimana yang disebutka di atas, maka
secara garis besarnya objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu
alam materi dan nonmateri. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangannya kepada
alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan
sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di
alam materi. Karena itu, objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains
kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan,
variasi terbatas, dan pengalihan antar budaya.
Sedangkan
ilmuwan muslim menyatakan bahwa objek ilmu mencakup alam materi dan nonmateri.
Karena itu, ilmuwan muslim – kususnya kaum sufi–memperkenalkan ilmu untuk
menggambarkan hirarki keseluruhan realitas wujud yang mereka sebut lima
kehadiran Ilahi, yaitu :
1. Alam materi
2. Alam kejiwaan
3. Alam ruh
4. Sifat-sifat ilahiyah, dan
5. Wujud zat ilahi
Cara
memperoleh ilmu-ilmu tersebut ada dua macam sebagaimana yang dikemukakan oleh
Quraish Shihab, yakni dengan ladunni dan dengan kasbi. Adapun sarana yang
digunakan untuk memperoleh ilmu- ilmu tersebut adalah dengan melalui
pendengaran, penglihatan (mata), akal dan hati. Sedangkan trial and error
(coba-coba), pengamatan, percobaan dan tes-tes kemungkinan (probability)
merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan.
C.
PERBEDAAN ANTARA FILSAFAT
DAN ILMU PENGETAHUAN
Antara filsafat dan pengetahuan memiliki perbedaan
seperti suatu kebenaran filosofis tidak memerlukan pembuktian-pembuktian atau
tidak perlu didasari bukti kebenaran, baik melalui eksperimen maupun pencarian
data lapangan sedangkan ilmu pengetahuan harus mempunyai pembuktian yang nyata
serta melalui penelitian. Dan perbedaan keduanya juga dapat dijelaskan dari
obyek material dan obyek formal keduanya yaitu:
·
Dilihat dari obyek material [lapangan]
Filsafat itu bersifat
universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek
material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya,
ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin
tertentu
- Obyek formal [sudut pandangan]
Filsafat itu bersifat non
fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara
luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik,
dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti
bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat dapat diartika pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala
sesuatu yang bersifat menyeluruh dan mendasar. Sedangkan ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional, empiris dan bersifat
kumulatif.
Jadi dari penjelasan di atas perbedaan antara keduanya telah bias kita
ketahui yaitu :
·
Filsafat bersifat universal
sedangkan ilmu pengetahuan bersifat khusus.
·
Filsafat tidak memerlukan
adanya pembuktian sedangkan ilmu pengetahuan harus menggunakan pembuktian
·
Filsafat bersifat
menyeluruh dan mendasar sedangkan ilmu pengetahuan bersifat spesifik dan
intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Hakim
Atang dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia,
2008
Munir, Ahmad, Tafsir
Tarbawi (mengungkap pesan al-Qur’an tentang pendidikan), Yogyakarta :
Teras, 2008
www.google.com
No comments:
Post a Comment